6 Pulau Gambut di Provinsi Riau Terancam Tenggelam
Foto : ANTARA/RONY MUHARRMAN
GAMBUT TERBAKAR - Petugas menyemprotkan air ke lahan gambut yang terbakar di Desa Parit Baru, Kampar, Riau, pekan lalu (11/7).
JAKARTA – Sebanyak enam pulau di Provinsi Riau, yakni Rupat, Rangsang, Tebing Tinggi, Padang, Batu Mandi, dan Bengkalis terancam tenggelam. Ini terjadi karena lahan di pulau tersebut beralih fungsi dari gambut menjadi objek Hutan Tanaman Industri (HTI), seperti sawit dan akasia.
“Eksploitasi besar-besaran yang tak sesuai dengan karakter lahan gambut telah menyebabkan bencana kebakaran hutan di pulau-pulau tersebut. Dan sekarang semua pulau itu menghadapi ancaman tenggelam karena mengalami abrasi dan penurunan muka tanah,” kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Riko Kurniawan, saat dihubungi, Jumat (19/7).
Sebelumnya, Profesor Koichi Yamamoto, Guru Besar Universitas Yamaguchi Jepang, pernah meneliti pesisir Pulau Bengkalis selama enam tahun dan menyebut laju abrasi hingga 40 meter per tahun akan mengakibatkan Pulau Bengkalis tenggelam.
Yamamoto, yang merupakan ahli environmental engineering and sediment transport, itu menilai abrasi diperparah kanal-kanal air yang dibuat untuk menyokong perkebunan di sekitarnya. “Kanal-kanal mengiris kubah gambut dan mengoyak keutuhan lahan gambut. Akibatnya, ketika hujan deras turun, bongkahan-bongkahan gambut longsor dan terburai ke arah laut,” ujar Yamamoto, seperti dikutip sejumlah media.
Gambut itu merupakan gambut kering yang mudah patah ketika terkena ombak. Tanah gambut sebenarnya tidak boleh dikanalisasi. Saat kering, gambut sudah lapuk sehingga akan tegerus ombak menimbulkan abrasi.
Fenomena di Pulau Bengkalis harus menjadi peringatan bagi Indonesia. Sebab, sangat mungkin terjadi di pulau-pulau dan pantai-pantai lain di Tanah Air. Ini yang perlu diantisipasi.
Riko juga menjelaskan, terjadinya permukaan tanah (subsidence) di pulau-pulau yang menjadi objek alih fungsi lahan disebabkan oleh adanya peristiwa over-drainage, yakni fenomena keluarnya air dari dalam tanah secara berlebihan yang disebabkan oleh perubahan fisik tanah gambut karena adanya perubahan vegetasi akibat alih fungsi menjadi lahan sawit, kebakaran lahan, dan pembangunan infrastruktur yang tidak tepat.
“Gambut, mangrove, semua dihabisi untuk sawit. Jadi jangan hanya abrasi yang dilihat, subsidence telah menjadi ancaman nyata. Kalau abrasi saja, kita khawatir keluar uang banyak, ratusan miliar, untuk bangun tanggul. Padahal, bukan itu masalah utamanya, tapi subsidence,” papar Riko.
Riko mengingatkan ada 215 ribu jiwa yang tinggal di enam pulau gambut di Provinsi Riau. Mereka semua dalam jangka waktu lama telah terbukti mampu beradaptasi di lahan gambut. Bahkan sebelum lahan diubah jadi konsesi untuk pengusaha sawit, mereka semua adalah cluster (lumbung) sagu di Riau. Mereka juga menghasilkan kelapa dan karet dan tanaman hutan lain yang sesuai dengan karakter lahan gambut. YK/AR-2
Submit a Comment